Rabu, 26 Juni 2013

navigasi dan panduan terbang


Kata Pengantar


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang kiranya patut penulis ucapkan, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini kami menjelaskan mengenai
1 Instrumen landing system (ILS)
2 Air Traffic Control (ATC) dan
3 GPS
 Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam matakuliah Navigasi dan Panduan Terbang  semester 6. Kami  menyadari, dalam makalah  ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang kami  miliki, namun demikian banyak pula pihak yang telah membantu kami  dengan menyediakan dokumen atau sumber informasi, memberikan masukan pemikiran.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran. Demi perbaikan dan kesempurnaan Makalah ini di waktu yang akan datang. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khusunya dan pembaca pada umumnya.
 









Yogyakarta 26 Juni 2013


           
 Severius Okky Raditya Putra


Instrument Landing System
Fasilitas Bantu Pendaratan


Fasilitas Bantu Pendaratan, adalah salah satu prasarana penujang operasi bandara, dan dibagi menjadi dua kelompok peralatan, yaitu :
  • Alat Bantu Pendaratan Instrumen/ILS (Instrument Landing System)
  • Alat Bantu Pendaratan Visual/AFL (Airfield Lighting System)
1. Alat Bantu Pendaratan Instrument terdiri dari :
  • A. Instrument Landing Syatem / ILS
    adalah alat bantu pendaratan instrumen (non visual) yang digunakan untuk membantu penerbang dalam melakukan prosedur pendekatan dan pendaratan pesawat di suatu bandara. Peralatan ILS terdiri atas 3(tiga) subsistem :
·          
    • a. Localizer,
yaitu pemancar yang memberikan sinyal pemandu azimuth, mengenai kelurusan pesawat terhadap garis tengah landasan pacu, beroperasi pada daerah frekuensi 108 MHz hingga 111,975 MHz
    • b. Glide Slope,
yaitu pemancar yang memberikan sinyal pemandu sudut luncur pendaratan, bekerja pada frekuensi UHF antara 328,6 MHz hingga 335,4 MHz.
    • c. Marker Beacon,
yaitu pemancar yang menginformasikan sisa jarak pesawat terhadap titik pendaratan. dioperasikan pada frekuensi 75 Hz. Marker Beacon terdiri dari 3 buah, yaitu :
      • Outer Marker (OM)
terletak 3,5 - 6 nautical miles dari landasan pacu. Outer Marker dimodulasikan dengan sinyal 400 Hz.
      • Middle Marker (MM)
terletak 1050 ± 150 meter dari landasan pacu dan dimodulasikan dengan frekuensi 1300 Hz.
      • Inner Marker (IM)
terletak 75 – 450 meter dari landasan pacu dan dimodulasikan dengan sinyal 3000 Hz.
Di Indonesia tidak di pasang IM mengingat ILS dioperasikan dengan kategori I.
  • B. Runway Visual Range (RVR)
adalah suatu sistem/alat yang digunakan untuk memperoleh informasi meteorologi (cuaca) yaitu jarak tembus pandang (visibility) di sekitar runway.


Instrumen Landing System (ILS) adalah sistem normalisasi internasional untuk navigasi pesawat pada pendekatan akhir untuk mendarat. Ia diterima sebagai standar sistem oleh ICAO, (International Civil Aviation Organization) pada tahun 1947.
Karena spesifikasi teknis dari sistem ini adalah seluruh dunia lazim, sebuah pesawat dilengkapi dengan sistem papan seperti ILS, andal akan bekerja sama dengan sistem tanah ILS pada setiap bandara di mana sistem tersebut diinstal.

Sistem ILS adalah saat sistem utama untuk pendekatan instrumen untuk kategori I.-III-A kondisi minimum operasi dan menyediakan horisontal maupun vertikal bimbingan yang diperlukan untuk pendekatan pendaratan akurat dalam IFR (Instrument Flight Rules) kondisi, sehingga dalam kondisi pendekatan pendaratan akurat visibility.The terbatas atau berkurang adalah prosedur keturunan diizinkan dengan penggunaan peralatan navigasi koaksial dengan lintasan dan informasi yang diberikan tentang sudut keturunan.

Peralatan yang menyediakan pilot informasi cepat tentang jarak ke titik jangkauan bukan merupakan bagian dari sistem ILS dan oleh karena itu untuk indikasi terputus menggunakan satu set dari dua atau tiga marker beacon langsung terintegrasi ke dalam sistem. Sistem marker beacon namun dapat dilengkapi untuk pengukuran kontinyu jarak dengan sistem DME (Distance peralatan pengukuran), sedangkan tanah bagian dari meter jarak ukv terletak kooperatif dengan suar keturunan yang membentuk glide slope. Hal ini juga dapat dilengkapi dengan sistem VOR oleh yang berarti terintegrasi navigasi pendaratan kompleks ILS / VOR / DME terbentuk.
Analisa
Kategori minimum operasi.

Kategori I

    Sebuah ketinggian minimal resolusi 200 ft (60,96 m), sedangkan tinggi keputusan merupakan ketinggian di mana pilot memutuskan pada kontak visual dengan landasan apakah dia akan baik menyelesaikan manuver pendaratan, atau dia akan membatalkan dan mengulanginya.
    Visibilitas landasan pacu minimal 1.800 kaki (548,64 m)
    Pesawat harus dilengkapi terpisah dari perangkat untuk terbang di IFR (Instrument Flight Rules) kondisi juga dengan sistem ILS dan sebuah mercusuar penerima penanda.

Kategori II

    Sebuah decision height minimal di 100 ft (30,48 m)
    Visibilitas landasan pacu minimal 1.200 kaki (365,76 m)
    Pesawat harus dilengkapi dengan altimeter radio atau penerima Inner marker, link autopilot, remover hujan dan juga sistem untuk kontrol rancangan otomatis mesin dapat diperlukan. Para kru terdiri dari dua pilot.

Kategori III A

    Sebuah decision height minimal lebih rendah dari 100 kaki (30,48 m)
    Visibilitas landasan pacu minimal 700 kaki (213,36 m)
    Pesawat harus dilengkapi dengan autopilot dengan monitor kerusakan pasif atau (display Head-up) HUD.

Kategori III B

    Sebuah decision height minimal lebih rendah dari 50 kaki (15,24 m)
    Visibilitas landasan pacu minimal 150 kaki (45,72 m)
    Sebuah perangkat untuk perubahan kecepatan bergulir untuk perjalanan kecepatan.

Kategori III C

    Nol visibilitas

Elemen-elemen dasar sistem ILS dan deskripsi singkat MEREKA

Sistem ILS terdiri dari empat subsistem:

    VHF localizer pemancar
    UHF glide slope pemancar
    marker beacon
    Sistem pencahayaan pendekatan






Air Traffic Controller ( ATC )

Pemandu Lalu Lintas Udara (Air Traffic Controller) adalah penyedia layanan yang mengatur lalu-lintas di udara terutama pesawat terbang untuk mencegah pesawat terlalu dekat satu sama lain dan tabrakan. ATC atau yang disebut dengan Air Traffic Controller merupakan pengatur lalu lintas udara yang tugas utamanya mencegah pesawat terlalu dekat satu sama lain dan menghindarkan dari tabrakan (making separation). Selain tugas separation, ATC juga bertugas mengatur kelancaran arus traffic (traffic flow), membantu pilot dalam menghandle emergency/darurat, dan memberikan informasi yang dibutuhkan pilot (weather information atau informasi cuaca, traffic information, navigation information, dll). ATC adalah rekan dekat seorang Pilot disamping unit lainnya, peran ATC sangat besar dalam tercapainya tujuan penerbangan. Semua aktifitas pesawat di dalam area pergerakan diharuskan mendapat izin terlebih dahulu melalui ATC, yang nantinya ATC akan memberikan informasi, insturksi, clearance/izin kepada Pilot sehingga tercapai tujuan keselamatan penerbangan, semua komunikasi itu dilakukan dengan peralatan yang sesuai dan memenuhi aturan.


Tujuan

Berikut ini adalah tujuan pelayanan lalulintas udara yang diberikan oleh ATC berdasarkan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) bagian 170 atau sering disebut dengan istilah 5 objective of ATS dalam ICAO dokumen ANNEX 11 tentang Air Traffic Service:

* Mencegah Tabrakan antar pesawat.
* Mencegah Tabrakan antar pesawat di area pergerakan rintangan di area tersebut.
* Mempercepat dan mempertahankan pergerakan Lalu Lintas udara.
* Memberikan saran dan informasi yang berguna untuk keselamatan dan efisiensi pengaturan lalu lintas udara.
* Memberitahukan kepada organisasi yang berwenang dalam pencarian pesawat yang memerlukan pencarian dan pertolongan sesuai dengan organisasi yang di persyaratkan.







Air Traffic Control Pertama Di Dunia

Bila ditarik kebelakang, sejarah air traffic control mungkin dimulai 2 dekade setelah Wright bersaudara menemukan pesawat pada tahun 1903. Tidak lama setelah perang dunia pertama (PD I) berakhir orang mulai menyadari bahwa pesawat terbang memiliki potensi keuntungan dan komersil. Pada saat inilah beberapa perusahaan penerbangan komersial terbentuk. Pada akhir tahun 1920, telah terdapat beberapa perusahaan penerbangan komersial di Eropa seperti KLM di Belanda, 2 perusahaan penerbangan Perancis, 1 di Belgia dan 8 di Inggris.

Tahun 1922 setelah terjadi minor collision di Bandara Croydon, London, pihak DGCA Inggris mengeluarkan Notam 62/1922 yang isinya memberitahukan kepada Pilot yang akan berangkat untuk mendapat urutan keberangkatan dan sinyal sebagai izin take off dari ‘controller’. Sinyal ini adalah lambaian bendera merah. Segera setelah ditemukan bahwa bendera ini tidak dapat terlihat pada beberapa tempat Croydon karena memiliki slope miring pada satu sisi, posisi bendera ini dipindahkan ke salah satu balkon pada gedung tertinggi. Pada bulan Juli 1922 di Croydon dibangun sebuah tempat observasi yang sekelilingnya bermaterial kaca. Bangunan ini sebenarnya dimaksudkan untuk menguji arah peralatan komunikasi wireless. Selanjutnya, ‘tower’ ini menjadi pusat komunikasi bagi seluruh penerbangan di bandara Croydon. Sang operator menusukkan pin pada peta yang tersedia tidak lama setelah menerima laporan posisi pesawat, dan berdasarkan perhitungannya sendiri, menjalankan pin tersebut sesuai dengan rute pesawat yang bersangkutan.

Apabila diperkirakan 2 pesawat akan saling melewati, sang operator akan menginformasikan hal tersebut kepada pilot. Inilah lahirnya ‘Advisory Service’ yang pertama. Selanjutnya pada Notam 109/1924 mengenai peraturan untuk take off berbunyi “When the aircraft is visible from the control tower, permission to depart will be given from the tower…”. Inilah pertama kali terminologi control tower dipakai. Pada tahun 1926 sistem pengendalian lalu lintas udara mendapat nama baru yaitu Wireless Traffic Control dan petugasnya disebut Control Officers. Mulai saat itu terminologi ‘control’ secara resmi digunakan, tetapi hubungan Pilot/Controller masih berupa gentlements agreements. Hal ini berubah pada tahun 1927 dimana disepakati bahwa controller tidak hanya menginfo pilot mengenai keberadaan traffic lain, tetapi berhak memberikan arah terbang (direction) untuk menghindari traffic lawan. Jadi siapakah air traffic controller pertama di dunia?

Jika melihat pada salah satu prinsip tugas air traffic control yaitu menjaga keselamatan pesawat terbang di bandara dan sekitarnya, sekiranya sah-sah saja jika menyebut Wilbur Wright sebagai air traffic controller pertama dunia. Dan Orville Wright menjadi yang kedua. Karena sementara Orville Wright melakukan 12 detik penerbangan pertama dalam sejarah manusia pada tanggal 17 Desember 1903 di Kitty Hawk, California, Wilbur Wright melakukan apa yang mungkin saat ini kita sebut sebagai ‘operational watch’. Untuk dapat take off pada kecepatan 20 mil/jam, Wilbur berlari mengikuti pesawat terbang pertama dunia itu sambil memegang wingtips-nya dan menyeimbangkan pesawat tersebut sampai airborne. Kemudian Wilbur memperhatikan dengan sangat seksama penerbangan tersebut sampai akhirnya Orville mendarat kurang lebih 120 feet didepannya. Selanjutnya saat Wilbur bertindak sebagai pilot, dan terbang selama 59 detik, giliran Orville Wright yang memperhatikan penerbangan yang dilakukan saudaranya dengan seksama sampai akhirnya mendarat 852 feet didepannya!
Mengatasi Kejenuhan

Disiplin dan tanggung jawab yang tinggi, jam kerja di ATC di atur secara bergiliran berdasarkan "possition log" atau “sift”. Bidang pekerjaanya yang dibagi dalam beberapa unit, diantaranya Clearance Delivery, unit yang memberi informasi semua rute penerbangan, ketinggian pesawat yang diminta atau di izinkan untuk terbang ke tujuan. Ground Control, mengatur semua pergerakan mulai pesawat itu push back, sampai pesawat ke taxi way, menanti di ujung runway untuk take off. Assistant Tower Controller, tugasnya membantu aktifitas tower controller. Tower controller sendiri mengatur take off dan landing pesawat.

Biarpun jam kerja sudah diatur, yang namanya rutinitas pasti ada kejenuhannya. Tapi karena pekerjaan yang mempertarukan nyawa orang, dengan fokus dengan tanggung jawab profesi, kita tidak merasakan kejenuhan ketika bekerja, setelah tugas baru terasa. “Apa lagi saat traffic lagi banyak-banyaknya, sesama teman kita saling mendukung.

Pembagian Pelayanan Lalu Lintas Udara

Sesuai dengan tujuan pemberian Air Traffic Services, Annex 11, International Civil Aviation Organization (ICAO), 1998, Pelayanan yang diberikan oleh petugas pemandu lalu lintas udara terdiri dari 3 (tiga) layanan, yaitu :
1) Pelayanan Lalu Lintas Udara (Air traffic control service), terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :

a) Aerodrome Control Service

Memberikan layanan Air Traffic Control Service, Flight Information Service, dan Alerting Service yang diperuntukkan bagi pesawat terbang yang beroperasi atau berada di bandar udara dan sekitarnya (vicinity of aerodrome) seperti take off, landing, taxiing, dan yang berada di kawasan manoeuvring area, yang dilakukan di menara pengawas (control tower). Unit yang bertanggung jawab memberikan pelayanan ini disebut Aerodrome Control Tower (TWR).

b) Approach Control Service

Memberikan layanan Air Traffic Control Service, Flight Information Service, dan Alerting Service, yang diberikan kepada pesawat yang berada di ruang udara sekitar bandar udara, baik yang sedang melakukan pendekatan maupun yang baru berangkat, terutama bagi penerbangan yang beroperasi terbang instrumen yaitu suatu penerbangan yang mengikuti aturan penerbangan instrumen atau dikenal dengan Instrument Flight Rule (IFR). Unit yang bertanggung jawab memberikan pelayanan ini disebut Approach Control Office (APP).





c) Area Control Service

Memberikan layanan Air Traffic Control Service, Flight Information Service, dan Alerting Service, yang diberikan kepada penerbang yang sedang menjelajah (en-route flight) terutama yang termasuk penerbangan terkontrol (controlled flights). Unit yang bertanggung jawab memberikan pelayanan ini disebut Area Control Centre (ACC).

2) Pelayanan Informasi Penerbangan (Flight Information Service)

Flight Information Service adalah pelayanan yang dilakukan dengan memberikan berita dan informasi yang berguna dan bermanfaat untuk keselamatan, keamanan, dan efisiensi bagi penerbangan.

3) Pelayanan Keadaan Darurat (Alerting Service)

Alerting Service adalah pelayanan yang dilakukan dengan memberitahukan instansi terkait yang tepat, mengenai pesawat udara yang membutuhkan pertolongan search and rescue unit dan membantu instansi tersebut, apabila diperlukan.


Prosedur Separasi Minima

Dalam menjalankan tugas pemanduan lalu lintas udara, terdapat berbagai prosedur dan peraturan. Prosedur dan peraturan tersebut telah ditentukan dalam bentuk aturan baku, baik secara internasional maupun nasional.Untuk peraturan dan prosedur internasional dikeluarkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization / ICAO) berupa buku-buku aturan (annexes) dan buku-buku petunjuk (manual) dalam bentuk baku (standard) dan anjuran (recommended). Sesuai aturan pada Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization / ICAO) Doc. 4444 ATM / 501, Chapter 5 point 5.3.2, 5.4.1.2, 5.4.2.2 dan 5.4.2.3 untuk menciptakan pelayanan lalu lintas udara yang optimal, terutama keselamatan dalam penerbangan, maka dibuatlah peraturan-peraturan atau ketentuan sebagai berikut :

1) Ketentuan-ketentuan cara pemisahan pesawat udara :

a) Separasi Vertikal, didapat dengan cara membedakan ketinggian (altitude, flight level) pesawat udara.

b) Separasi Horizontal, didapat dengan cara memberikan:
 1> Separasi longitudinal : dengan cara menjaga jarak antara pesawat udara yang terbang pada jalur yang sama berpotongan, berlawanan arah, dinyatakan dalam unit waktu atau jarak.
 2> Separasi lateral : dengan cara memberikan rute penerbangan dalam arah atau jalur yang berbeda.

c) Composite Separation : kombinasi antara separasi horisontal, bila dilaksanakan harus ada persetujuan regional air navigation.
2) Ketentuan-ketentuan jarak minimum antar pesawat udara :

a) Separasi Vertikal Minimum :

i) Besarnya separasi vertikal minimum adalah 1000 feet pada F290 atau dibawahnya dan 2000 feet jika di atas F290.
ii) Pada ruang udara tertentu didasarkan atas persetujuan regional tentang navigasi udara, separasi vertikal 300 m (1000 feet) boleh diterapkan sampai pada ketinggian F410 sedangkan di atas ketinggian F410, separasinya harus 600 m (2000 feet).


b) Separasi Lateral 

Separasi Lateral adalah pemisahan jalur lintasan (track) antar pesawat udara yang menggunakan alat bantu navigasi udara untuk terbang di track tertentu dengan jarak minimum :

1> Very High Frequency Omni Range (VOR) : Kedua pesawat udara sudah pada radial yang terpisah secara diverging kurang lebih 150 dan salah satu pesawat udara kurang lebih sudah berada pada jarak 28 km (15 Nm) atau lebih dari alat bantu navigasi tersebut.

2> Non Directional Beacon (NDB) : Kedua pesawat udara sudah pada track ke atau dari yang terpisah secara diverging kurang lebih 300 dan salah satu pesawat udara kurang lebih sudah berada pada jarak 28 km (15 Nm) atau lebih dari alat bantu navigasi tersebut.

3> Dead Reckoning (DR) : Kedua pesawat udara sudah pada track yang terpisah secara diverging kurang lebih 450 dan salah satu pesawat udara kurang lebih sudah berada pada jarak 28 km (15Nm) atau lebih dari titik perpotongan track.

c) Separasi Longitudinal 

Separasi Longitudinal didasarkan atas waktu, artinya pemisahan pesawat udara dengan menggunakan waktu. Hal tersebut dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

1> Untuk pesawat udara yang terbang pada track yang sama :
(a) 15 menit.
(b) 10 menit, bila ada alat bantu navigasi untuk mengetahui posisi dan kecepatannya.
(c) 5 menit, diberikan kepada pesawat udara yang berangkat di bandara yang sama atau antara dan pesawat udara en-route dimana pesawat udara yang di depan lebih cepat 20 knots atau lebih.
(d) 3 menit, dalam kasus yang dengan point di atas tetapi pesawat udara yang di depan mempunyai kecepatan 40 knots atau lebih.

2> Untuk pesawat udara yang climbing atau descending :
(a) 15 menit, pada saat terjadi perpotongan ketinggian.
(b) 10 menit, pada saat terjadi perpotongan ketinggian dan ada alat bantu navigasi.
(c) 5 menit, pada saat terjadi perpotongan ketinggian, perubahan ketinggian dimulai dalam 10 menit dari waktu pesawat udara kedua melaporkan posisinya.

3> Untuk pesawat udara yang berpotongan track (arah terbang)
(a) 15 menit, pada saat terjadi perpotongan ketinggian.
(b) 10 menit, apabila ada alat bantu navigasi yang memungkinkan untuk mengetahui posisi dan kecepatannya.

d) Minimum separasi longitudinal yang didasarkan pada jarak dengan menggunakan DME :

1> Untuk pesawat udara pada ketinggian terbang yang sama dan track yang sama :
(a) 37 km (20 Nm), dilaksanakan jika pesawat udara menggunakan DME stasiun dan pemisahan dicek dengan pembacaan DME.
(b) 19 km (10 Nm), pesawat udara yang di depan lebih cepat 20 knots, pada track DME, dapat dicek posisi pada saat bersamaan.

2> Untuk pesawat udara pada ketinggian yang sama dan tracknya berpotongan : Sama dengan ketentuan di atas dengan tambahan setiap pesawat udara dapat diketahui jaraknya dari titik perpotongan.

3> Untuk pesawat udara yang climbing atau descending pada track yang sama : 19 km (10 Nm) pada saat terjadi perpotongan ketinggian, setiap pesawat udara pada track DME, salah satu pesawat udara tetap pada ketinggiannya, pemisahan dapat dicek dengan pembacaan DME secara bersamaan.

e) Minimum Separasi Radar 

Kondisi dunia penerbangan saat ini mengalami perkembangan, yang ditandai dengan bertambahnya perusahaan penerbangan dan armadanya. Hal ini berakibat pada bertambahnya jumlah pergerakan pesawat udara yang mengakibatkan kepadatan lalu lintas udara.

Menurut Drs. Aminarno Budi Pradana SSiT.MM dalam buku peraturan dan pelayanan lalu lintas udara (2000:18-19), menyebutkan bahwa, kepadatan lalu lintas udara terjadi disebabkan karena jumlah lalu lintas udara meningkat atau kapasitas sistem pemanduan lalu lintas udara menurun. Hal ini dapat menimbulkan ketidaklancaran dan ketidakefisienan arus lalu lintas udara.

Menurut Aminarno (2000:60) Untuk itu harus dilakukan usaha penyelesaian yaitu, dengan upaya meningkatkan kapasitas sistem pemanduan lalu lintas udara. Salah satunya adalah dengan melakukan pemasangan peralatan radar, sehingga dalam pelayanan lalu lintas udara menggunakan prosedur radar.







Minimum Separasi Radar Menurut Doc 4444 ATM / 501 Chapter 8 point 8.7.4.1 dan 8.7.4.2 adalah sebagai berikut :

1> Separasi Horizontal : 9,3 km (5 Nm) Separasi di atas dapat diterapkan oleh penyelengara bandar udara dan bisa dikurangi tetapi tidak boleh kurang dari :

2> 5,6 km (3,0 Nm) apabila kemampuan peralatan radar memenuhi syarat dan dapat memberikan lokasi yang diijinkan (tidak terhalang obstacle).

3> 4,6 km (2,5 Nm) antar pesawat udara yang di depan dan yang di belakang, keduanya telah berada pada final approach track yang sama dalam 1,8 km (10 Nm) dari end of runway, pengurangan separasi minimum 4,6 km (2,5 Nm) boleh dilakukan dengan ketentuan :

(a) Pesawat udara yang mendarat dapat keluar dari runway dengan waktu tidak boleh lebih dari 5 detik.
(b) Sistem pemberhentian dilaporkan dalam keadaan baik dan runway occupancy times tidak dirugikan oleh pengaruh salju yang menumpuk, salju atau es.
(c) Sistem radar dilengkapi dengan azimuth dan resolusi jarak, yang secara otomatis diperbaharui dalam tempo setiap 5 detik atau kurang dari itu, dan menggunakan display yang sesuai.
(d) ATC Aerodrome dilengkapi dengan surface movement radar (SMR) atau surface movement guidance and control system (SMGCS) untuk mengamati secara visual yang terletak pada runway yang digunakan dan pada keluar dan masuknya taxiways.
(e) Approach speed harus tetap dijaga dan dimonitor oleh pemandu lalu lintas penerbangan, dan ketika dibutuhkan penyesuaian, maka harus diyakinkan atau dijamin dengan separasi dan tidak boleh dikurangi dibawah minimum separasi.
(f) Operator pesawat udara dan pilot, harus benar-benar menyadari pentingnya pengosongan runway secepatnya setelah mendarat, jika penggunaan minimum separasi di final approach diaplikasikan.
(g) Peranan saparasi minimum wake turbulance adalah fleksible, tidak harus sesuai standar prosedur, tetapi boleh sesuai dengan local prosedur yang diterapkan sesuai dengan tipe pesawat udara.
(h) Prosedur yang digunakan pada pengaplikasian pengurangan dalam minimum saparasi harus dipublikasikan dalam AIPs.





GPS
Sistem GPS

Satelit GPS mengelilingi bumi 2x sehari

Satelit ini mentransmisikan signal ke bumi

Signal tersebut digunakan untuk menghitung posisi

GPS membedakan waktu yang ditransmisikan untuk menghitung posisi

Waktu tersebut dihitung sebagai jarak dari beberapa Satelit GPS untuk hitung posisi di bumi & permukaannya, termasuk exosphere

Dasar Kerja GPS

GPS harus memiliki setidaknya 3 satelit untuk hitung posisi 2D dan pergerakannya.

Dengan 4 satellites, GPS kita dapat menghitung posisi 3D position (latitude, longitude & ketinggian).

Dengan informasi posisi, GPS dapat menghitung data lain seperti : kecepatan, arah, lintasan, jarak tempuh, jarak ke tujuan, matahari terbit & terbenam dan lain-lain.

Keakuratan Perangkat GPS

GPS umumnya memiliki 12 chanel secara parallel.

Faktur atmosfir dapat mengurangi ketepatan.

GPS untuk penerbangan dapat mencapai keakurasian sampai dengan +/- 15 meters.

WAAS (Wide Area Augmentation System) dapat meningkatkan keakurasian hingga  +/- 3 - 8  meters.

Tidak ada alat khusus atau biaya extra untuk mendapatkan signal WAAS, selama negara tersebut memasang WAAS ground / koresi satelit.

Sedang Differential GPS (DGPS) dapat meningkatkan keakurasian hingga +/- 3-5 meter.

DGPS terdiri dari alat yang menerima signal dan mentransmisikan ulang untuk mengoreksi posisi, alat ini dipakai untuk penerbangan, di Halim Airport ada 2 unit DGPS untuk meningkatkan keakurasian.

Untuk koreksi ini GPS kita harus memiliki differential beacon receiver and antenna, seperti pada GPS295 dimana kita dapat menyetel frequensi dari beacon tersebut.


Referensi Peta

Secara umum referensi peta khususnya penerbangan yangdigunakan ialah WGS84.

WGS84  adalah referensi tetap yang digunakan untuk pemodelan bumi yang terdiri dari data primer dan sekunder

Data primer ialah bentuk lonjong dari bumi, kecepatan putar melingkar serta masa bumi yang termasuk dalam referensi elips

Sedangkan data sekunder ialah data model gravitasi bumi.

Seluruh data navigasi (udara) distandardkan dengan WGS 84 standard untuk memenuhi persyaratan RNAV (Radio Navigasi) untuk memenuhi global referensi.

Satelit GPS

Satelit GPS pertama diluncurkan tahun 1978.

24 satelit di capai pada tahun 1994, sekarang telah lebih dari 30 GPS satelit berorbit diatas bumi kita.

Usia dari Satellite rata rata 10 thn, setelah itu ada pergantian / perawatan rutin.

Berat Satelit sekitar +/- 2,000 pounds (hamper 1 ton)

Lebar antenna solar panelnya +/- 17 feet (+/- 5 meter).

Power Transmisinya <= 50 watts.

Posisi orbit berada pada ketinggian +/- 12,000 miles diatas permukaan bumi.

Kecepatan jelajahnya 7,000 mph.

GPS Satelit menggunakan tenaga SOLAR (sinar matahari), tapi disediakan backup baterai untuk menghindari Gerhana Matahari Total.

Tenaga yang digunakan untuk menjaga orbitnya ialah beberapa roket kecil.

Sinyal GPS

Signal GPS ada 2 signal L1 & L2

L1 bekerja pada frequency 1575 MHz pada gelombang UHF band.

Bergerak langsung lurus (line of sight) menembus awan, kaca dan plastik.

Yang menghambat transmisinya ialah Objek padat spt: gedung, pohon, gunung, dll.

Terdapat tiga informasi pada sinyal GPS:

Pseudorandom code(I.D. code) : ialah informasi yang dikirimkan ke unit penerima bahwa unit kita menerima signal seperti pada halaman satelit ditunjukan dengan diagram batang BAR

Ephemeris data : ialah data kekuatan signal serta informasi waktu

Almanac data: ialah info tentang dimana lokasi Satelit sebenarnya yang menunjukan posisi satelit pada halaman GPS Satellite status.

Sumber Kesalahan

Keterlambatan dari pantulan Ionosphere dan troposphere : terjadi penurunan ketepatan akibat dari keterlambatan waktu saat signal saat menembus lapisan ini, namun GPS dapat mengkoreksi dengan mengasumsikan factor kesalahan rata rata.

Eror dari Pantulan signal: hal ini terjadi jika signal GPS berpantul melalui objek spt bangunan atau gunung sebelum dia diterima unit kita.

Kesalahan Waktu dari unit kita: Ketepatan waktu / jam dari unit kita tidak setepat jam Atom di GPS satelit (GPS memakai Atomic Clock). Untuk itu ada sedikit error waktu.

Orbital errors - dikenal sebagai ephemeris errors, hal ini terjadi jika ada pergeseran dari orbit / laporan dari satelit untuk posisinya.

Jumlah satelit yang diterima: Tambah banyak signal yang diterima tambah tinggi ketepatannya, Banugnan, gunung, gangguan elektronik, bahkan pohon rindang dapat mengurangi ketepatan.

Posisi relative dari Satelit / gangguan sisi miring: hal ini terjadi jika posisi satelit terletak pada sudut yang sangat lebar atau sangat dekat atau hamper berhimpitan satu sama lain sehingga perhitungan ketepatan berkurang.

Penurunan degradasi yang diatur oleh departemen pertahanan Amerika / SA (Selective Availability): hal ini dilakukan untuk menghindari militer menggunakan ketepatan dalam hal khusus, dan militer bahkan menggunakan / mengatur orbit yang terfokus pada area tertentu seperti apda perangteluk, SA ini telah di hapuskan, karena pihak sipil khususnya penerbangan sipil mengajukan keberatan akhirnya pada Mei 2000, pemerintah menghapuskan SA ini agar penerbangan sipil memiliki ketepatan yang lebih baik.

Radio Compass memiliki fungsi seperti kompas. Bedanya, jika kompas konvensional bekerja karena adanya medan magnet Kutub Utara dan Kutub Selatan, maka Radio Compass bekerja karena adanya pemancar gelombang radio yang biasanya dipasang pada lapangan terbang atau pesawat terbang. Radio compass ini menjadi alat navigasi yang sangat vital, terlebih sebelum dunia penerbangan sipil belum diperkenankan untuk menggunakan GPS (Global Positioning System). Terbang tinggi di angkasa untuk menuju ke tempat yang jauh, hanya akan membahayakan penerbangan tanpa dilengkapi peralatan navigasi yang memadai. Misalnya Radio Compass ini.

Jika Anda pernah melihat bagian cockpit sebuah pesawat terbang, pada bagian dashboard tampak banyak sekali terpasang indikator yang beberapa diantaranya adalah kompas magnetic (kompas biasa) dan radio compass. Kedua alat navigasi ini memiliki fungsi yang saling mendukung, saling melengkapi. Sebab kedua jenis alat navigasi ini memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing.

Dengan adanya kedua jenis kompas tersebut, jalur penerbangan bisa lebih terjamin keakuratan arahnya. Tidak bisa hanya mengandalkan pada kompas magnetic untuk menentukan arah sebab pada daerah-daerah tertentu benda ini seringkali tidak mampu berfungsi dengan akurat. Ini tidak baik bagi arah penerbangan. Bias derajat yang sangat kecil sekalipun bisa membuat arah penerbangan menjadi melenceng jauh, terlebih pada penerbangan jarak jauh. Pada saat-saat seperti itu lah radio compass menjadi sangat berperan. Pilot akan segera memeriksa alat navigasi yang telah disetting secara intarnasional itu. Penuntun arahnya beradasarkan pemancar gelombang radio yang penyebarannya hampir memenuhi seluruh kawasan di bumi ini.

Seperti halnya GPS, pembuatan radio compass pun awalnya digunakan untuk kepentingan bidang penerbangan militer. Pertama kali diperkenalkan di Jerman sebelum berkecamuknya Perang Dunia kedua, yaitu pada sekitar tahun 1930an. Awalnya digunakan jika keadaan cuaca sedang buruk lalu kemudian pemakaiannya dikembangkan untuk system navigasi bagi penyerangan atau pengeboman menggunakan pesawat terbang pada malam hari. Misalnya untuk menentukan titik dimana bom harus dijatuhkan. Jika hanya mengandalkan penglihatan biasanya, misi seperti itu sulit dilakukan. Setelah berakhirnya perang dunia kedua, penggunaan radio compass sebagai alat bantu navigasi penerbangan dengan segera menyebar ke seluruh dunia. Terutama di Amerika.



Hingga dewasa ini ada empat jenis radio compass yang digunakan dalam penerbangan standard internasional. Yaitu VHF Omni-directional Radio Range (VOR), Non Directional Beacon (NDB), Automatic Direction Finder (ADF), dan Instrumen Landing System (ILS). Keempatnya memiliki fungsi tersendiri. Pada umumnya ADF dipasang pada pesawat terbang dan berfungsi guna menangkap gelombang yang dipancarkan dari NDB yang dipasang di darat yang gunanya memang untuk mengarahkan pesawat terbang menuju lapangan terbang dimana NDB dipasang. Pilot akan memposisikan pesawat sedemikian rupa hingga jarum pada ADF paralel dengan kelurusan badan pesawat. Itu dianggap sebagai arah yang benar guna menuju ke lapangan terbang tersebut.


ILS (Instrumen Landing System), sesuai dengan namanya adalah berfungsi untuk memandu pilot dalam mengarahkan pesawat terbangnya ke landasan. Menurut cara kerjanya terdiri dari dua subsistem, yaitu untuk menunjukkan letak landasan dan memandu penerbang mendekati landasan dengan aman. Biasanya pemancarnya diletakkan di ujung landasan atau di sebelah kanan dan kiri landasan. Pada pesawat juga terpasang alat dengan nama yang sama (ILS), tapi berfungsi sebagai receiver.


VOR atau VHF Omni-directional Radio Range digunakan oleh pilot untuk memandu pesawatnya menuju ke Bandar udara dimana stasiun VOR dipasang. Seperti halnya ILS, receiver pada pesawat terbang juga disebut VOR. Sistem ini difungsikan saat receiver di pesawat terbang sudah mampu menangkap gelombang dari pemancar VOR yang dipasang di bandara. Pada beberapa bandara yang lebih modern, VOR digantikan oleh HSI (Horizontal Situation Indicator). Alat ini punya fungsi sama dengan VOR, tapi lebih canggih dan tentu saja harganya lebih mahal dibanding VOR.





semoga bermanfaat.
GBU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar